Cinta pada diri sendiri adalah akar dari kesehatan dan kebahagiaan. Banyak masalah kesehatan mental dan fisik berakar dari rendahnya harga diri. Ketika seseorang tidak mencintai dirinya sendiri, mereka lebih rentan mengalami stres, depresi, dan membuat pilihan yang merugikan kesehatan. Sebaliknya, mencintai diri sendiri mendorong seseorang untuk merawat tubuh, emosi, dan pikirannya dengan lebih baik.
Transformasi sejati dimulai ketika kita berhenti melawan kenyataan, dan mulai merangkulnya dengan kasih.
– Filosofi Lotuséa
Dalam budaya Indonesia, cinta diri tercermin dalam ajaran seperti “Urip iku urup” (hidup itu menyala dari dalam), dan “Silih asah, silih asih, silih asuh” (saling mencerdaskan dan mengasihi). Terapi tradisional seperti lulur, jamu, dan pijat herbal juga menjadi wujud dari cinta diri melalui perawatan tubuh yang penuh kesadaran.
Mencintai diri mencakup:
- Aspek medis: check-up rutin dan konsultasi dokter
- Aspek estetika: merawat diri bukan hanya untuk penampilan, tapi untuk kepercayaan diri
- Aspek emosional: memberi ruang istirahat dan tidak menyalahkan diri
Ketika kita mencintai diri, kita membangun pondasi kuat untuk mencintai dunia dengan utuh.